Saturday, August 15, 2015

Waktu sedang subur-suburnya membuat fiksi, cerita pendek maupun novelet semasa duduk di bangku SMA dan berlanjut di perguruan tinggi, apa yang saya lakukan benar-benar otodidak, tanpa mengenal teori. Bahkan, saya tidak paham istilah 5W 1H. Belakangan saat saya kuliah, saya baru mengenal 5W 1H, yakni kependekan dari who, what, where, when, why, how. Ini adalah rumus lawas dari novelis Rudyar Kipling.

Saat menjadi jurnalis, saya berdisiplin diri dengan 5W 1H ini, terutama saat menulis “lede” (ada yang menyebutnya “lead”) berita, yakni satu paragraf (atau dua paragraf) pembuka berita. Dalam kurang-lebih 35-40 kata, saya harus menyisipkan 5W 1H ini. Itu dalam menulis berita.

Bagaimana 5W 1H ini dalam mengembangkan cerita? Saya punya pengalaman sendiri, yang jauh dari teori manapun karena saya tidak mengenalnya. Saat saya mengikuti pendidikan jurnalistik di harian Kompas, sebelum diterjunkan ke lapangan, oleh guru saya diajarkan formula 5W 1H dalam bahasa Inggris sebagai berikut:

    Who is it about? = tentang siapa?

    What happened? = apa yang terjadi?

    Where did it take place? = dimana peristiwa terjadi?

    When did it take place? = kapan peristiwa terjadi?

    Why did it happen? = mengapa hal itu terjadi?

    How did it happen? = bagaimana hal itu terjadi?

Yang saya maksud 5W 1H (who, what, where, when, why, how) dalam mengembangkan ide cerita, bukan menjejalkan rumus kuno Rudyard Kipling ini ke dalam tubuh cerita fiksi yang saya buat, baik itu cerpen ataupun novel, sebagaimana menulis berita langsung. Akan tetapi, saya mengembangkan 5W 1H semata-mata untuk mengembangkan ide cerita.

Ada seorang novelis kontemporer Amerika, saya lupa namanya (tapi Insya Allah saya coba menelusur kembali nama ini). yang mencontohkan secara baik 5W 1H ini dalam mengembangkan ide cerita. Adapun ide cerita yang dicontohkannya tidak lain sebuah pertanyaan: mungkinkah seorang presiden adalah pelaku pembunuhan berantai?

Sederhananya begini jika 5W 1H ingin digunakan untuk mengembangkan ide cerita;

    Who: siapa presiden itu, siapa saja korban pembunuhannya?

    What: apa yang dilakukan presiden itu sesungguhnya

    Where: dimana saja peristiwa pembunuhan itu terjadi?

    When: kapan peristiwa itu terjadi, masa lalu atau masa yang akan datang?

    Why: mengapa presiden itu melakukan pembunuhan berantai?

    How: bagaimana cara presiden membunuh para korbannya satu persatu?

Ini cara sederhana mengembangkan ide cerita berdasarkan rumus Rudyard Kipling yang sebenarnya biasa digunakan secara ketat dalam penulisan berita langsung (straight news). Dari rangkaian pertanyaan itu, saya bisa leluasa merumuskan cerita dengan plot, karakter, setting, dan orientasi berdasarkan jawaban-jawaban atas pertanyaan itu.

Sebelumnya saya mengatakan, cara sederhana mengembangkan ide cerita berdasarkan rumus Rudyard Kipling ini bisa dirumuskan lebih jauh dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan pendukung atau tambahan yang memperkuat ide/gagasan utama cerita. pPda intinya, semua pertanyaan dirinci untuk diverifikasi dan dicari jawabannya sendiri.

Inilah sebagian formula pertanyaan tambahan/pendukung itu:

    How many: berapa jumlah orang yang jadi korban pembunuhan

    Who else: siapa saja mereka itu, korban-korban lainnya

    What time: kapan dan jam berapa mereka dibunuh

    How much: berapa dollar biaya untuk membunuh, berapa uang yang dirampok

Itu contoh kecil saja. Anda bisa mencari contoh lainnya, cukup menggunakan formula pertanyaan bahasa Indonesia saja. Misalnya bagaimana cara presiden itu membunuh? apakah dengan pola yang sama, katakanlah seluruh korban dicekik? jam berapa sang presiden melancarkan aksi mautnya? dimana biasanya pelaku mengincar korban? bagaimana reaksi pelaku seusai membunuh? Dan seterusnya…

Nah, ketika pertanyaan utama dan pertanyaan tambahan/pendukung sudah dirumuskan dan sudah dicari jawabannya, tentu saja akan membentuk semacam puzzle yang kelak harus disusun menjadi sebuah cerita yang utuh. Ini bagian tersulit dalam merancang dan mengembangkan cerita. Tetapi dengan bantuan pertanyaan demi pertanyaan di atas, menyusun puzzle rasanya akan jadi lebih mudah.
»»  Baca Selengkapnya...

Cara Meningkatkan Kreativitas Siswa




Guru Aktif dan kreatif pasti diinginkan oleh setiap siswa. Siswa merasa senang dan nyaman belajar di sekolah tanpa ada yang membebani. Menurut pengalaman teman penulis waktu masih duduk di bangku sekolah, kalau ada sebagian guru menyampaikan materinya kurang meyakinkan, lebih-lebih tidak kreatif. Biasanya, tidak dapat merangsang siswa dengan bentuk apapun. Maka, kecendrungan siswa lebih senang mencari sensasi baru sekedar untuk menghilangkan rasa jenuh. Salah satunya dapat di lakukan dengan membaca buku selain materi, laiknya buku novel yang bersitus porno, berbicara dengan temannya dengan suara tidak nyaring. Tragisnya, kadang siswa mendahulukan tidur dari pada mendengarkan.Asumsi siswa, mengapa harus mendengarkan penjelasan Guru. Jika pada akhirnya keterangannya masuk lewat telinga kanan, keluar ketelinga paling kiri.

PERAN GURU DALAM MENINGKATKAN KREATIFITAS SISWA

Setiap orang memiliki potensi untuk melakukan aktifitas yang kreatif. Setiap siswa baru yang memasuki proses belajar, dalam benak mereka selalu diiringi dengan rasa ingin tahu. Pada tahap ini guru diharapkan untuk merangsang siswa untuk melakukan apa yang dinamakan dengan learning skills acquired, misalnya dengan jalan memberi kesempatan siswa untuk bertanya (questioning), menyelidik (inquiry), mencari (searching), menerapkan (manipulating) dan menguji coba (experimenting).Kebanyakan yang terjadi di lapangan adalah aktifitas ini jarang ditemui karena siswa hanya mendapatkan informasi yang bagi mereka adalah hal yang abstrak. Rasa ingin tahu siswa harus dijaga dengan cara memberikan kesempatan bagi mereka untuk melihat dari dekat, memegangnya serta mengalaminya.
Akhir-akhir ini, banyak hasil kreatifitas yang inovatif yang diciptakan para pelajar dan kemudian mereka meraih penghargaan di tingkat internasional. Antara lain, ada siswa yang meneliti tentang manfaat kulit kacang, membuat alat pemisah sampah yang terdapat di sungai, menciptakan bra penampung ASI, dan sebagainya. Para guru dinilai punya andil besar dalam mengembangkan daya kreatifitas siswa melalui proses pembelajaran.
Praktisi pendidikan Arief Rachman menilai, kreatifitas dikembangkan dari proses pembelajaran yang tepat bukan dari materi-materi kurikulum, tapi bagaimana guru menciptakan proses pembelajaran di dalam kelas agar anak senang bertanya, suka meneliti, dan senang menciptakan.
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa seorang guru diharapkan mampu memberikan kesempatan bagi siswa untuk mendemontsrasikan perilaku yang kreatif. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan kreatifitas siswa antara lain :
  • Guru menghargai hasil-hasil pikiran kreatif siswa
  • Guru respek terhadap pertanyaan, ide dan solusi siswa yang tidak biasa (unusual)
  • Guru menunjukkan bahwa gagasan siswa adalah memiliki nilai yang ditunjukkan dengan cara mendengarkan dan mempertimbangkan. Pada tataran ini, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan kepada orang lain.
  •  
Disain Kreatif dalam Perencanaan Belajar

Pembelajaran kreatif yang membuat siswa mengembangkan kreativitasnya. Itu berarti bahwa pembelajaran kreatif itu membuat siswa aktif membangkitkan kreativitasnya sendiri.
Mengembangkan kreativitas siswa dalam pembelajaran berarti mengembangkan kompetensi memenuhi standar proses atau produk belajar yang selalu terbarukan.  Di sini diperlukan strategi agar siswa mampu menghasilkan gagasan yang baru, cara baru, disain baru, model baru atau sesuatu yang lebih baik daripada yang sudah ada sebelumnya.
Segala sesuatu yang baru itu muncul dengan pemicu, di antaranya, karena tumbuh dari  informasi yang baru, penemuan baru, teknologi baru, strategi belajar yang baru yang lebih variatif, sistem kolaborasi dan kompetisi yang baru, eksplorasi  ke wilayah sumber informasi baru, menjelajah forum komunikasi baru, mengembangkan stategi penilaian yang baru yang lebih variatif.
Yang lebih penting dari itu adalah melaksanakan perencanaan belajar dalam implementasi belajar kegiatan sebagai proses kreatif dan menetapkan target mutu produk belajar sebagai produk kreatif yang inovatif.
Indikator kreativitas dalam perencanaan belajar jika guru menetapkan target-target berikut:
  • proses pembelajaran dirancang untuk membangun pengalaman belajar yang baru bagi siswa.
  • proses pembelajaran dirancang agar siswa memperoleh informasi terbaru.
  • proses belajar dirancang sehingga siswa dapat mengembangkan pikiran atau ide-ide baru.
  • proses belajar dapat mengasilkan produk belajar yang berbeda dari produk sebelumnya.
  • produk belajar diekspersikan dan dikomunikasi melalui media yang kreatif.
Memperhatikan harapan-harapan itu, maka mempersiapkan perangkat rencana pembelajaran untuk mengembangkan kreativitas siswa merupakan sebuah keniscayaan baru dalam sistem pengajaran kita.

Mengembangkan kreativitas dalam pembelajaran

Secara generik  mengembangkan kreativitas  siswa dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai  pengkondisian atau membangun iklum yang memicu berkembangnya kemampuan berpikir dan berkarya. Landasannya adalah menguasai pengetahuan dan menerapkan ilmu pengetahuan dalam bentuk keterampilan terbaik.
Kreativitas itu merupakan produk pada level berpikir tertinggi. Itu sebabnya, teori Bloom yang baru  menempatkan  to create atau berkreasi menjadi bagian penting penyempurnaannya sehingga ranah kognitif tidak diakhiri dengan evaluasi, melainkan kreasi.
Untuk mengembangkan siswa yang kreatif diperlukan guru-guru yang memiliki kompetensi sebagai berikut:
  • berpengetahuan tentang karakater dan kebutuhan siswa kreatif.
  • terampil mengembangkan  kemampuan berpikir tingkat tinggi.
  • terampil mengembangkan kemampuan siswa memecahkan masalah.
  • mampu mengembangkan bahan ajar sehingga  menantang siswa lebih kreratif.
  • mengembangkan strategi pembelajaran individual dan kolaboratif.
  • memberi toleransi dan memberi kebebasan sekali pun hal itu tidak dikehendakinya jika ternyata prilaku berbeda itu menghasilkan produk belajar yang lebih kreatif.
Di samping kebutuhan kompetensi guru,  pengembangan kreativitas siswa melalui pembelajaran memerlukan iklim atau kultur yang menunjang. Ada kebiasaan-kebiasaan yang baik yang guru tumbuhkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prilaku siswa kreatif tidak selalu seperti prilaku yang guru harapkan sehingga sering terjadi guru tidak menujang tumbunya kreativitas siswa.
Menurut hasil studi Utami Munandar (1997) ciri-ciri siswa kreatif adalah:
  • terbuka terhadap pengalaman baru.
  • kelenturan dalam sikap
  • kebebasan dalam ungkapan diri
  • menghargai fantasi
  • minat dalam kegiatan kreatif.
  • memiliki tingkat kepercayaan diri terhadap gagasan sendiri.
  • mandiri dan menunjukkan inisiatif.
  • kemandirian dalam memberi pertimbangan.
Di samping sifat tersebut dilihat dari  pengalaman penulis  mengajar, siswa kreatif memiliki sifat-sifat yang berani sehingga kadang-kadang berprilaku berani menentang pendapat, menunjukkan ego yang kuat, bertindak semau gue, menunjukan minat yang sangat kuat terhadap yang menjadi perhatiannya namun pada saat yang berbeda mengabaikannya, memerlukan kebanggaan atas karyanya. Sifat-sifat tersebut sering bertentangan dengan yang guru harapkan.
Guru mengharapkan siswa sopan, rajin, ulet, menyelesaikan tugas sesuai dengan yang guru targetkan, bersikap kompromis, tidak selalu bertentangan pendapat dengan guru, percaya diri, penuh energi, dan mengingat dengan baik.
Karena ciri anak berbakat dengan sifat-sifat siswa yang guru kehendaki berbeda, maka sering terjadi prakarsa kreatif siswa tidak mendapat dukungan guru.
Salah satu model pengembangan kreativitas adalah menggunakan pertanyaan untuk menantang proses berpikir level tertinggi sesuai dengan konsep mengembangkan ide-ide kreatif  dan karya kreatif dan inovatif. Untuk mengembangkan kecakapan ini guru dapat menggunakan berbagai pertanyaan, seperti:
  • Ada ide baru?
  • Setelah memahami konsep ini apakah Anda memiliki ide baru?
  • Setelah memperhatikan cara kerja untuk menyelesaikan tugas itu, adakah proses yang dapat kita sempurnakan sehingga prosesnya menjadi lebih baik?
  • Memperhatikan contoh-contoh itu, apakah ada yang dapat kita sempurnakan sehingga akan menjadi lebih baik?
Pertanyaan itu akan lebih variatif manakala disesuaikan profil kreatifitas siswa.
Profil individu imajinif (imagine) dapat dikembangkan dengan menggunakan model pertanyaan berikut:
  • Setelah membaca itu, adakah sesuatu yang hidup dalam hayalanmu?
  • Setelah melihat percobaan yang unik itu, adakah ide baru yang hendak kamu wujudkan?
  • Bisakah kalian rumuskan gagasan baru yang menurut kalian berbeda dengan yang telah kalian pelajari.
Profil individu penanam modal (invest) dapat dipicu dengan model pertanyaan berikut:
  • Itulah yang dilakukan oleh temanmu dari sekolah lain. Selanjutnya, keunggulan seperti apa yang harus dapat kita wujudkan? Bagaimana prosesnya dan seperti apa hasil yang ingin kita buat?
  • Bisakah kita menghasilkan yang lebih baik daripada yang dapat dilakukan oleh kelas lain?
  • Apa yang dapat kita lakukan agar kita bisa selesai lebih cepat dan lebih baik, kalian punya ide?
Profil individu pembaharu (improve) dapat dipicu dengan model-model pertanyaan berikut:
  • Perhatikan hasil karya itu, apa yang masih dapat kita kembangkan agar karya itu menjadi lebih baik.
  • Apakah kamu punya cara untuk mengkomunikasikan karya itu supaya jauh lebih menarik perhatian orang-orang?
  • Dapatkan kamu sempurnakan alat itu lebih kuat dan orang lebih mudah menggunakannya?
  • Bisakah kamu menyelesaikan tantangan itu lebih cepat daripada yang dilakukan orang-orang?
  • Bisakan kita jamin bahwa usaha itu tidak akan  gagal, bagaimana rencananya?
Profil pengeram ide (incubate) dapat dipicu dengan model pertanyaan berikut:
  • Apakah kamu yakin bahwa kegiatan itu akan lebih efektif, apa kelebihan ide yang akan kamu terapkan?
  • Siapakah sebaiknnya yang akan kamu libatkan?
  • Bagaimana mereka haru bekerja?
  • Keunggugulan apa yang akan benar-benar kalian wujudkan?
Beberapa model pertanyaan itu dapat terus ditingkatkan kesulitannya sejalan dengan berkembangnya kebiasaan baik siswa yang selalu berusaha untuk mendapatkan proses yang lebih baik dengan hasil yang lebih baik lagi.

»»  Baca Selengkapnya...